Selasa, 10 Juni 2014

Konflik Internal Mengancam Kebangkitan Islam

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyuarakan penyesalan atas situasi terbaru di Mesir, dan menyebutnya ‘sangat menyakitkan'.
 
Rahbar menilai transformasi di Mesir berkaitan erat dengan fenomena Kebangkitan Islam yang tidak dikelola dengan baik.
 
"Kedalaman Kebangkitan Islam terjadi di berbagai negara. Tetapi masalahnya telah terjadi salah urus dan [mereka] melakukan blunder. Hari ini, situasi di negara besar Mesir menjadi sangat menyakitkan," ujar Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan mahasiswa Iran di Tehran pada hari Ahad (29/7).

 
Ayatullah Khamenei memandang Kebangkitan Islam di kawasan sebagai masalah yang sangat penting dan tidak akan hancur oleh antitesis Barat.
 
Berbicara tentang upaya musuh untuk menciptakan perselisihan dan permusuhan antara Syiah dan Sunni, Ayatullah Khamenei mengatakan, Syiah di berbagai sudut dunia ditindas, karena mereka berpikir bahwa masyarakat Syiah menjadi basis alamiah bagi Republik Islam, tapi musuh tidak mengetahui bahwa di banyak negara pengikut Sunni mati-matian membela sistem pemerintahan Islam.
 
Penjelasan Rahbar di momen-momen sensitif seperti sekarang ini di kawasan, menyinggung poin-poin kunci untuk mengidentifikasi esensi manuver kekuatan-kekuatan arogan dalam menciptakan konflik sektarian.
 
Pada masa sekarang, para pemimpin negara Muslim perlu melipatgandakan perhatiannya terhadap berbagai krisis, seperti konflik sektarian, pertikaian etnis, dan kisruh politik. Saat ini, salah satu fenomena tragis yang mengancam gelombang Kebangkitan Islam adalah perselisihan dan pertikaian berdarah yang berbau mazhab, etnis, dan bangsa.
 
Sekarang, Libya, Mesir, dan Tunisia, dan di belahan lain ada Suriah, telah dibakar dengan kobaran api fitnah. Kondisi serupa juga terjadi di Pakistan, Irak, dan Lebanon. Di Suriah, kelompok oposisi telah terpancing oleh Amerika Serikat dan sekutunya agar menolak dialog kecuali Presiden Bashar al-Assad mengundurkan diri, bahkan ketika mereka telah mampu memantapkan menjadi lawan bagi negara.
 
Di Mesir, kunjungan diplomat senior AS William Burns pekan lalu ke Kairo dan Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, menunjukkan bahwa Washington dan sekutu Baratnya mendukung kudeta militer terhadap demokrasi yang mulai muncul di negara itu.
 
Meski demikian, pengalaman membuktikan bahwa bangsa-bangsa Muslim mampu menggagalkan mata rantai konspirasi politik oleh kekuatan-kekuatan arogan dan mengembalikan stabilitas tanpa perlu campur tangan asing. (IRIB Indonesia/RM/NA)

SUMBER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar